Wednesday, December 07, 2005

Kami hanya punya eternit...

"Bukannya internet yang kami pandangi...
Tapi internit (maksudnya eternit, langit-langit)."

Jangan dulu berujar tentang kecanggihan sistem pemetaan kita di depan guru geografi. Jangan pula bicara berbusa-busa tentang citra satelit yang mampu memotret dengan jelas kepala botak.
Sebab berbicara saja tidak cukup.
Pengajaran ilmu geografi adalah gabungan visualisasi dan imajinasi. Tentang apa yang bisa dilihat, dipegang dan dialami.
Jadi, jangan suruh guru men-download citra landsat dari internet, sebab uang SPP pun seringkali dibayar dengan setandan pisang.
Anda punya peta, citra satelit, foto udara yang semakin berdebu di kolong meja?
Kami punya alamat para guru yang akan bersuka cita menerima kiriman Anda !

Anang, yb 7 Desember 2005

(refleksi saat menjadi pembicara di small forum Para Guru Geografi di acara ForGeoMap GeoReForm 2005 - ditemani sahabat saya dari Litbang Kompas Eko, Didith dan Susi).

Aku datang padamu, INDORAYON!




"...ketika opini sudah terbentuk,
bicara fakta tidak lagi relevan."

Ini kali kedua, saya dipercaya menilai kinerja Unit Manajemen pengelola Hutan Tanaman Indiustri. Perkaranya bukan sekadar menorehkan kata BAIK, SEDANG ataupun BURUK pada buku raport mereka. Karena vonis BURUK bisa berakibat mimpi buruk: ijin usaha dicabut!

PT. Toba Pulp Lestari, Tbk (d/h PT. Inti Indorayon Utama) aku datang padamu!

Wirid "kosongkan pikiranmu..." terus saya lantunkan untuk menendang jauh-jauh bayangan rangkuman berita di milis dan kliping KOMPAS di ranselku yang menggambarkan Indorayon sebagai bom atom yang meluluhlantakkan Porsea!

Duh, susahnya menjadi penilai independen!

"bukan hanya dicemooh, bahkan angkot pun menolak mengangkut kami bila berseragam Indorayon." kenang salah seorang Manajer.
"Bahkan, seorang karyawan kami harus menggendong sendiri Bapaknya menuju liang kubur karena tidak seorang pun mau melayat!" timpal yang lain. (Ah, cerita yang satu ini saya tidak langsung percaya. Meskipun mungkin benar terjadi. Lagipula soal mayat bukan salah satu indikator yang harus saya catat di notesku.)

Saya tidak akan beropini, karena Departemen Kehutanan (lewat PT. Sucofindo Tbk yang mengontrakku untuk masuk dalam Tim Penilai Independen) tidak mengajiku untuk mengumbar komentar. Saya dibayar untuk menilai. Titik.

Sederet indikator, setumpuk verifier, seabrek dokumen, lembar demi lembar peta, dan ratusan foto lapangan memaksaku semakin sering menghirup Nescafe panas.

Saya seruput sekaleng Milo dingin sesaat sebelum meninggalkan bandara Medan. meninggalkan Indorayon.

Untunglah saya tidak menemukan Hiroshima di Porsea, selain papan berdebu bertuliskan ".... kami telah menerima sertifikat ISO 14001:2004 untuk pengelolaan Lingkungan".

Anang, yb Awal Desember 2005