Friday, August 24, 2007

Roti berdebu itu telah tersimpan selama 25 tahun (bagian satu)


25 tahun? Astaga!
Kubanting tubuhku ke atas sofa. Balutan kain sofa selembut sutera membenamkan tubuhku. Juga pikiranku.
Selama itukah aku sudah menikah? Ah, kuhela napasku sehabis-habisnya. Kulepaskan penat yang kutahan selama 25 tahun. Pandangan mataku menyisir seluruh isi ruangan. Deretan kristal dan guci Tiongkok tak cukup mampu menahan sapuan pandanganku kecuali... foto besar persis di depan mataku. Kuangkat punggungku dan kuhampiri foto besar bergambar diriku dan suamiku dalam balutan baju pengantin nan menawan. Tak dapat kutahan saat air dingin menggenang di pelupuk mataku.
***

Jemariku menelusuri bagian demi bagian foto itu. Ah, semestinya di sudut ini ada sepotong tangan keponakanku yang nyelonong ikut berpose. Dan di tanganku semestinya tergenggam rangkaian bunga tangan dengan warna-warni. Ada merah, ungu, hijau, dan putih. Teman-teman gerejaku yang sengaja merangkainya. Konon mereka berpatungan sepuluh ribu rupiah per orang untuk membeli rangkaian bunga itu.
“Foto ini tidak cocok dipasang di sini, Elen.” nasehat Greis, salah seorang anggota tim manejemenku yang paling tua. Saat itu aku baru saja membeli rumah besar ini.
“Ruang ini adalah mimbarmu, Elen. Kapan pun media mewawancaraimu, lakukan hanya di tempat ini.” Nasehat Greis setengah memaksa. “Kupilihkan sofa paling elegan untukmu. Dan foto itu, kalaupun kamu memaksa ingin tetap terpasang, ijinkan aku untuk sedikit mengeditnya.” lanjut Greis.
Aku mengangguk. Aku percaya pada Greis. Karier dan hidupku kupercayakan sepenuhnya pada Greis. Dia pengatur yang tangguh, dan keras.
***

“Tidak perlu terlalu sentimentil, Elen” kata Greis saat mengantar foto besar itu ke rumahku. “Kamu butuh pencitraan, Elen. Deretan kristal, sofa bermerk, tangga melingkar, dan foto ini akan menjadi setting yang elegan untuk setiap sesi wawancaramu.” papar Greis yakin. “Toh kamu masih menyimpan foto aslinya, kan?”
Lagi-lagi aku cuma mengangguk.
Aku tersentak saat Greis mulai merobek kertas coklat pembungkus foto besar itu. Tapi aku tidak ingin menampakkan keterkejutanku pada Greis. Kasihan, dia sudah berusaha keras mencari editor foto terbaik di negeri ini.
Foto itu telah berubah total. Wajahku lebih halus tentu saja. Juga wajah suamiku, tampak pipinya lebih berisi. Tak ada lagi tangan nyelonong keponakanku. Bunga tangan kini berubah menjadi bunga putih semuanya. Rangkaiannya lebih besar berbalut pita menjuntai hingga lantai. Dinding gereja di latar belakang diubah menjadi gereja klasik lengkap dengan pilar-pilar menjulang. Dan... sosok Pastor Hanzen yang semula berdiri diantara kami (dan tangannya merengkuh pundak kami) telah dihilangkan!
Kutepis segera keinginan untuk memprotes Greis. Ah, tidak. Toh seperti kata Greis, aku masih menyimpan foto aslinya. Kapanpun aku bisa melongoknya di album foto.
***


Orang mengenalku sebagai pribadi yang smart, anggun, cerdas, dan paham betul isi dunia. Lagi-lagi kecerdasan Greis dan strateginya yang jitu dan kadang menyerempet bahaya telah mengantarkanku pada citra sehebat itu.
“Citra diri adalah jalur cepat meraih kesuksesan, Elen” papar Greis. “Citra diri bakal membuatmu gampang potong kompas untuk masuk komunitas manapun. Mendekati siapa pun. Meraih apa pun. Yakinlah itu!”
Greis menemukan diriku saat masih menjadi wedding singer. Selanjutnya tangan dingin Greis menyulapku menjadi figur publik. Tak hanya sekadar penyanyi, tapi juga MC, host acara TV, model iklan, pemain teater, dan terakhir orang mengenalku sebagai penulis buku bestseller! Semua berkat citra yang dibangun oleh greis. Tidak sekadar “memelihara” wartawan, tapi juga membangun weblog senilai puluhan juta rupiah yang dikawal empat penulis handal.
Hidupku adalah citraku. Hari-hariku adalah gemerlap, glamour, dan kerling kesuksesan nan menggoda.
***

Kembali kubenamkan tubuhku ke dalam sofa hangat. Tak sengaja ujung jemariku menyentuh ponsel yang tergeletak di sandaran sofa. Kutarik lagi tanganku menjauhi ponsel itu. Masih terngiang di telingaku, bagaimana suamiku melampiaskan kegusaran dan kemarahannya lewat ponsel. Semata-mata karena aku membatalkan kue ulang tahun pernikahan yang dipesannya! Keterlaluan. Apa hak dia memarahiku? Lagipula kue itu terlalu kecil dan norak. Sangat tidak matching dengan dekorasi yang telah kusiapkan sejak sebulan lalu.
Lagipula (sekali lagi kukatakan) apa hak dia memarahiku? Bukankah apapun yang dia beli toh berasal dari keringatku, bahkan celana dalampun tak sanggup dia beli sendiri!
25 tahun aku bersuami. 25 tahun aku hidup dalam dunia muslihat pencitraan.
Kupejamkan mataku dalam kepenatan yang luar biasa.
Beri aku sedikit waktu untuk merangkai mimpiku sesukaku.
Nanti, kuceritakan lagi, betapa kosongnya perkawinan dan hidupku. Tidak hanya sehari dua hari, tapi sepanjang seperempat abad!

Salam,
Elen...

original post by anang, yb

Wednesday, August 22, 2007

The show must GOGON..!


Mas Gogon ketangkep polisi. Kasusnya juga nggak begitu elit. Bukan nilep dana bantuan tsunami, atau dana bantuan operasional sekolah. Bukan pula nyunat dana kesehatan masyarakat. Gogon ketangkep karena nyabu. Duuh... sama sekali nggak ada kerennya, kasusnya kelas rakyat banget!
Jeleknya lagi, Mas Gogon ditangkep pas lagi kumpul kebo. Beberapa infotainment malah bilang, Mas Gogon ditangkep gara-gara temen kumpul kebonya "nyanyi" setelah sebelumnya bertengkar entah karena apa.
Ya udah, nasibmu lagi apes saja, Mas Gogon. Dalam budaya Jawa, Mas Gogon telah melanggar dua dari 'mo limo" yang dilarang, yakni madat dan madon (main perempuan). Dua hal yang -sayangnya- memang tampak renyah dan enak. Buktinya banyak komedian tersandung dua hal ini.
Tabah saja, Mas Gogon dan jangan gampang tergiur khususnya saat di penjara nanti. Soalnya konon di penjara justeru narkoba lebih gampang didapat dan... murah lagi!

original post by anang, yb

Saturday, August 18, 2007

17 Agustus 2007: Dollar Makin Gagah - Nuker Cek Adsense aja..


Tengah bulan ini, kok ya Dollar makin sombong aja. Bahkan rupiah musti menghargai dollar setinggi (nyaris) sembilan ribu lima ratus.
Ya udah. Mumpung cek dari Google Adsense cuma numpuk di meja komputer, mending diduitin aja.
Lumayan, bisa buat nyalurin hobi jalan-jalan ke mall...


original post by anang, yb

17 Agustus 2007: Genap 62 Tahun Republik Ini Berdiri



62 tahun berdiri...? Capeekk deehh....!
(capek ngantri minyak goreng, capek ngantri beras murah, capek nunggu sekolah dibetulin, capek liat badut senayan..)
original post by anang, yb