Thursday, April 20, 2006

Menyoal Perda (wanita) Remang-remang di Tangerang

Bagaimana caranya agar (wanita) terhindar dari jeratan Perda Antipelacuran di Tangerang ?
Ada yang berargumen: wanita sebaiknya (berperan) di rumah saja.
Argumen ini tentu saja saya hargai. Bagi sebagian wanita, mau di rumah saja atau bekerja di luar rumah ADALAH SEBUAH PILIHAN.
Celakanya, bagi sebagian wanita Tangerang, bekerja di luar rumah bukanlah sekadar pilihan, namun karena TAK ADA PILIHAN LAIN!
Marilah kita berargumen dengan lebih membumi, ini adalah persoalan di Tangerang, kita kenali dulu karakteristik sosial-ekonomi masyarakat di sana.
Penduduk Tangerang banyak bergantung dari sektor industri dan perdagangan. Sekali waktu -bila ada waktu- silakan duduk-duduk di tepi jalan raya dan amati orang-orang berbaju biru, seragam khas kaum buruh. Mana lebih banyak; priakah atau wanita ? Sekali-kali juga tongkrongi mal atau pusat perbelanjaan sekitar jam sembilan malam. Pria ataukah wanita yang paling banyak keluar mal dengan wajah lelah karena seharian berdiri menjaga toko ?
Pola kerja di mal maupun di pabrik mengharuskan wanita pekerja di Tangerang untuk bersedia datang dan pulang sesuai ritme yang telah ditentukan oleh pemodal. Celakalah bila anda adalah (wanita) pekerja pabrik dan mendapat jatah kerja shift malam. Karena itu berarti anda harus menunggu bis jemputan pabrik jam sebelas malem di pengkolan jalan! Awas satpol PP mengintai anda !
lantas apa solusi pengganti UU/Perda yang 'begituan' (termasuk RUU APP) ?
"Paksa" para ulama/tokoh agama untuk lebih berperan di lingkungannya! Bukankah di setiap gang-gang sempit pasti ada satu tempat ibadah ? Jadikan rumah Tuhan sebagai basis untuk membentuk akhlak masyarakat. Sekali lagi, paksa tokoh agama setempat untuk lebih berperan, jangan asyik dengan dirinya sendiri. Betapa indahnya bila satu tempat ibadah bisa menjadi cluster untuk membentuk masyarakat yang memiliki religiusitas tinggi; dan akan lebih indah lagi bila cluster ini makin lama makin melebar dan berimpit dengan cluster-cluster di sekitarnya!

Tetap Semangat!
Anang, yb

Tuesday, April 18, 2006

Bagus Tak Selalu Mudah Dijual


Siapa yang belum kenal kehebatan kualitas foto satelit Quickbird ?
Dengan resolusi 61 cm memungkinkan deretan mobil bisa dengan mudah dilihat tanpa perlu melotot, walau sejatinya "si pemotret" yakni satelit Quickbird berada pada jarak ribuan kilometer di atas kepala kita.
Harganya pun lumayan gila. Tak lebih dari Rp. 170 ribu per kilometernya!
Tak perlu ngurus ijin dari KODAM. Tak perlu berlama-lama menunggu. Tinggal pilih, klik, dan dalam waktu 14 hari foto nan detail sudah duduk manis di meja kita.
Software viewernya pun gampang diperoleh. Mau yang berbayar ataupun yang gratisan, semua tersedia.
Tapi inilah Indonesia. Lokasi negeri kita yang berada di lintang nol menjadikan awan bakal bergelayut sepanjang satu semester. Sensor kamera Quickbird (demikian pula dengan Ikonos, Landsat, dll) tidak pandai menembus awan. Dan.. saat musim penghujan berlalu, jangan dikira awan akan menyingkir. Awan tetap ada karena ritual land clearing dengan membakar hutan semakin menjadi-jadi di musim kemarau. Malang benar nasib Sumatera, Kalimantan, Papua karena koleksi foto satelit Quikbird mereka tidak terlalu banyak.
Yah. tampaknya mendung belum ingin berlalu dari negeri ini.

Sunday, April 02, 2006

Akhirnya, nongol juga tulisanku di GoArticles dotcom

Karena ini Blog aku, boleh dong narsis.
Setelah belasan taun belajar bahasa bule dan nggak maju-maju, akhirnya, nongol juga (satu-satunya) tulisanku di GoArticles dotcom. Pendek banget? Biarin. Yang penting: PERNAH nulis dan di-approve.
Jurus andalan: REWRITE - Ceritakan kembali dengan kata-katamu sendiri, begitu pesan wali kelas kepada anakku.
Soal koreksi grammar dan spelling, biarkan Microsoft word yang menyibukkan diri. :)
Lumayan juga. baru seminggu tulisan online, sudah 8 orang yang download he..he..