Wednesday, August 23, 2006

Berbohonglah dengan statistik (sebagai argumen)


Apakah SBY telah berbohong saat memaparkan penurunan angka penduduk miskin di Indonesia?

Darrel Huff lewat bukunya "How to lie with statistic" memberikan serangkaian pertanyaan untuk menguji hal tersebut:
1. Siapa yang berkata demikian?
2. Bagaimana mereka tahu?
3. Apa yang kurang atau tidak ada dalam informasi itu?
4. Apakah ada orang yang mengubah topiknya?
5. Apakah masuk akal?

Anda harus dapat segera mengenal pertanyaan pertama: siapa yang berkata demikian? - dan mengapa? Apakah seseorang yang dengan rompinya dikancing rapat untuk menutupi perutnya yang penuh dengan kepentingan pribadi? baca lanjutannya...

Kalau pemerintah anda mempunyai lebih dari satu kantor yang mengumpulkan statistik, bermanfaat sekali untuk membandingkan angka-angka tersebut. Kalau terdapat banyak sekali perbedaan, sebutkan fakta itu. Sering wartawan terpaksa mengutip angka-angka dari PBB atau badan internasional lain, seolah-olah angka dari mereka lebih dapat dipercaya, tetapi ingatlah sumber-sumber mereka tetap dari kantor-kantor pemerintah.

Pertanyaan kedua: bagaimana dia tahu?
Singkatnya, pertanyaan bagaimana ia mengetahui adalah usaha untuk memahami 'metodologi' yang menghasilkan informasi statistik.
Anda perlu mengejar informasi: bagaimana angka-angka itu diperoleh - berapa banyak orang yang ditanyai, apa yang ditanyakan, kapan, dalam keadaan bagaimana, siapa yang ditanyainya, berapa banyak yang tidak ditanyainya, atau berapa banyak yang tidak menjawab.

Pertanyaan ketiga: Apa yang tidak ada?
Di sini anda memeriksa tentang hal-hal yang dihilangkan secara jelas atau secara tidak jelas.
Kasus yang jelas adalah saat hampir semua headline suratkabar menulis: Empat dari lima lubang semburan lumpur panas di Porong Sidoarjo berhasil dikendalikan.
Informasi di atas menggiring pada satu pemahaman bahwa keberhasilan telah mencapai 80%. Benarkah demikian?
Nanti dulu! Apakah anda yakin intensitas material yang disemburkan dari ke lima lubang tersebut sama banyak? jangan-jangan lubang terakhir yang tidak mampu dikendalikan justeru menyumbang 90% luapan lumpur.
-Trik menghilangkan sebagian informasi, adalah cara terpopuler untuk berbohong dengan statistik-.

Pertanyaan keempat: Apakah ada orang yang mengubah pokok persoalan?
Angka-angka mengenai tingkat kemiskinan bersifat sangat kontroversial. Seringkali definisi kemiskinan disesuaikan oleh pemerintah di Asia untuk mencerminkan kemungkinan perbaikan dalam status ekonomi rakyatnya. Angka-angka baru disandingkan dengan yang lama. Akan tetapi perbandingan ini tidak sah, oleh sebab definisi kemiskinan tadi sudah diubah. Jangan-jangan angka terbaru disusun untuk mengurangi bantuan Langsung Tunai (BLT) sedangkan angka lama disusun untuk mencairkan dana Inpres Desa Tertinggal (IDT).

Pertanyaan kelima: Apakah masuk akal?
Seringkali kita kehilangan pikiran sehat kapau dihadapkan pada banjir besar angka-angka untuk membuktikan 'fakta' ilmiah.
Anda harus hati-hati terhadap angka-angka yang terlalu tepat. angka-angka ini seringkali berperan sebagai dongeng matematis belaka. Apakah lebih tepat mengatakan bahwa pasangan pengantin baru, melakukan hubungan seks 2,60 kali setiap minggunya atau mereka melakukannya dua sampai tiga kali seminggu?

(sebagian dikutip dari buku "wartawan dan penulisan sains - kiat dan masalahnya di Asia" Penerbit Yayasan Obor Indonesia)

No comments: